RenunganPagi: Sambutlah tanganku ini, dan mari kita pergi bersama-sama naik ke "Gunung Tabor" untuk menyaksikan Kisah Kemuliaan Tuhan di atas gunung itu. Saya dan kamu, para sahabatku akan
KITAB SUCI +Deuterokanonika - Pilih kitab kitab, masukan bab, dan nomor ayat yang dituju Katekismus Gereja Katolik KATEKESE & AVANT GARDIST Menggagas kreatifitas dan ruang alternatif proses katekese Proses katekese pada intinya merupakan usaha pendampingan dan pendalaman untuk meningkatkan mutu hidup beriman. Upaya tersebut diusahakan dengan aneka metode, situasi, dan suasana yang dikembangkan agar orang merasa ditumbuhkan pengolahan yang mendalam atas imannya baik pengetahuan maupun sikap hidupnya dalam beriman. Tumbuh dan berkembangnya iman orang tidak dapat dipengaruhi secara langsung. Dengan demikian, prinsip katekese lebih sebagai usaha untuk menciptakan situasi dan suasana hidup beriman sedemikian rupa, sehingga membantu dan mendukung tumbuh-berkembangnya iman orang. Proses tumbuh-berkembangnya hidup beriman ini menyiratkan bagaimana orang berkembang secara utuh, baik secara kognitif, afektif maupun perilaku dan kehendaknya dalam menghayati apa yang diimaninya. Situasi dunia dan cara pandang orang yang kompleks, membawa implikasi yang serius bagi proses katekese. Katekese ditantang pada kemajuan cara berpikir, cara bertindak, cara menginternalisasi makna dan berbagai perubahan yang mendasar menyangkut orientasi cara pandangnya world view. Untuk itu diperlukan pembaruan katekese. Katekese harus merujuk kepada konsekwensi logis implikasi dan berbagai perubahan perilaku, sikap, dan tata budaya yang terjadi. Jika kita lihat, ruang hidup keagamaan dewasa ini tidak lagi bersifat single face berwajah tunggal, melainkan sudah bersifat multifaces berwajah banyak. Begitu juga kemajuan budaya, membawa ruang-ruang hidup keagamaan kepada relevansi keilmuan sciences dan religiositas yang majemuk dan beragam. Relevansi keilmuan ini pun cukup membingungkan, dimana ruang agama memasuki tarik menarik antara kategori pure sciences ilmu dasar atau applied science ilmu terapan. Perkembangan berbagai itu membawa perubahan pada segi hidup cara berpikir. Sifat kehidupan agama yang multiface membawa angin segar ruang agama yang tidak sarat hanya dengan permasalahan dogma, ajaran dan teologi semata, melainkan membawa kepada relevansinya terhadap ruang realitas hidup. Namun sering kali ruang agama yang sedemikian membawa sebuah konsekwensi applied science yang membawa agama sebagai sesuatu yang sarat dengan kepentingan, termasuk dalam ruang ilmu sosial politik. Agama bukan lagi sebuah pure science yang bergerak pada wilayah sakral dan transendenitas, melainkan sudah bercampur dalam wajahnya yang profan. Begitu juga, kekayaan religiositas semakin berkembang sangat beragam, dari yang populer-devosional sampai kepada posmo dan new age. Maka katekese membutuhkan avant gardist atau garda depan pemikiran yang harus berani membuka ruang-ruang alternatif. Ruang alternatif dan kreatifitas harus dicari pada wilayah yang melampaui sekat-sekatnya. Cara berpikir harus sampai kepada out of boxs, keluar dari jalur dan terus-menerus berusaha menemukan pembaruannya. 1. Katekese dan HybirdGeneration Dewasa ini, perkembangan cara pandang orang menampakkan citra yang berbeda dan progresif. Progresifitas itu tampak dari munculnya generasi “hibrida” dalam berbagai bentuk, dari seni, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Hal itu, dilatarbelakangi oleh berkembangnya gerakan Garda Depan Avant garde dalam segala proses cara pandang. Cirinya yang progresif dan mereduksi segala batas-batas formal dan tradisional, membawa segala sesuatu menjadi melintas batas tatanan. Berbagai perkembangan seni, sosial, politik, ekonomi dan budaya apapun bentuknya, menjadi meluas, kolaboratif, heteroistik. Bentuk perlawanan terhadap tatanan dan kolaboratif ini telah memunculkan berbagai kecenderungan yang kontemporer hingga sulit untuk digolong-golongkan kedalam formalisasi model tertentu. Konsep “hibrida” yang muncul, lebih kepada konsep interkoneksitas dan intermediasi. Maka yang terjadi, segala sesuatu saling dikombinasikan, dikolaborasikan dan dicampurkan. Semua hal menjadi lintas, kolaboratif dan berhubungan. Hal itu karena pengaruh berkembangnya pemikiran postmodern yang memandang segala sesuatu tentang sistem dan nilai tidak dikotomis atau biner, melainkan merupakan jalinan yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya dalam konstruksi yang utuh. Segala hal dilihat atau dipandang sebagai keutuhan dan holistik. Adanya penghargaan terhadap berbagai wacana yang lebih luas, bersifat lebih terbuka akan segala kemungkinan kebenaran. Perkembangan budaya New Age, sangat berpengaruh dan kaya dalam segi “hibridasi” ini. Hibridasi tersebut terlebur antara kerinduan akan yang sakral dengan segala sesuatu kecemasan dan hiruk pikuk duniawi. Ambil contoh, bagaimana seni-seni “hibrid” ini mewarnai kancah seni populer dewasa ini, seperti; ERA, Enya, Sarah Brighman, atau pada lagu-lagu Josh Groban yang berkolaborasi dengan Black Mumbazo. Maka New Age pun menghantar berbagai musik-musik yang kaya akan dimensi spiritual dengan musik yang didominasi bernada oktaf, namun juga kecenderungan-kecenderungan absurditas pada pilihan nada-nada musiknya, seperti apa yang dipopulerkan dengan generasi Brith Pop. Tentu saja, secara analisis budaya, hal ini dipengaruhi oleh struktur naratif zaman dewasa ini yang menuturkan berbagai pergulatan penderitaan hidup, kecemasan dan kerinduan akan yang sakral. Fenomena hibridisasi ini menjadi kesempatan yang luas bagi proses energi kreatif. Pengaruhnya juga memasuki ruang-ruang teologis, hingga politis. Ruang teologis semakin melebarkan jangkauannya kepada proses hermeneutik baru antara sosial, ekonomi, lingkungan hidup, seni, budaya dan lain sebagainya. Katekese mendapatkan tempat yang sangat berarti dalam proses hibridisasi ini. Hal itu dimungkinkan, karena katekese merupakan peleburan antara ruang teologis dengan ruang kemanusiaan yang sarat dengan kekayaan akan metodologi dan hermeneutik. Katekese menjadi ruang yang paling kaya akan hibridisasi, dari metode dan isi, yang mengkolaborasikan cara, sikap pandang, internalisasi dan refleksi. Maka katekese perlu membuka peluang seluas-luasnya pada konsep “hibridasi” ini, tentu saja bukan untuk mengkaburkannya, tetapi untuk merevitalisasinya. Tantangan ini menjadi salah satu bagian dari pengembangan katekese, bagaimana mengaktualkan sabda Allah dengan memberinya ungkapan baru yang lebih berbicara bagi manusia zaman sekarang. Isi dan tema katekese idealnya muncul dari dialog dinamis antara situasi aktual umat sekarang dengan Injil Yesus Kristus dan kemajuan kebudayaan. Setiap situasi harus menjadi medan karya keselamatan Allah. Maka, hal itu harus mendorong karya katekese menuju kepada kebaharuan dalam mempergunakan sarana-sarana modern, yang telah dihasilkan oleh peradaban sekarang ini untuk menyampaikan Injil. Liturgi sabda, katekese, peran penggunaan media massa, peranan sakramen-sakramen, kontak pribadi haruslah diintegrasikan didalam sebuah media yang mampu memungkinkan proses komunikasi yang lebih efektif. 2. Katekese dan tantangan multitask Dalam proses katekese, ada dua unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu segi isi dan suasana. Isi memuat proses edukatif dan konsientisasi menyangkut visi dan pengetahuan iman, nilai dan pesan moral bagi audince atau pesertakatekese. Isi katekese tidak dapat dilepaskan dari pengaruhnya atas suasana, baik faktor perkembangan psikologis peserta katekese itu sendiri dan aspek-aspek eksternalnya, yaitu lingkungan, sarana, pendekatan dan metodenya. Maka diperlukan suasana akomodatif yang mampu menghantar isi kepada peserta katekese. Suasana tanpa isi akan membuat proses katekese hanya sekedar ruang hiburan, tetapi isi tanpa suasana akan membuat proses katekese bagaikan ruang ceramah yang membosankan dan sama sekali tidak edukatif bagi segi afektifitas peserta katekese. Untuk itu segi isi dan suasana menjadi bagian yang tak terpisahkan. Isi haruslah berjalan dengan suasana, begitupun suasana haruslah memuat isi yang membangun iman peserta katekese. Orang-orang di zaman sekarang ini menginternalisasim segala sesuatu dengan multitasking, yang meliputi 3 komponen pokok, yaitu visual, auditori dan kinestetik gerak. Untuk itu pengaruh media informasi sudah menjadi tiang penyangga kehidupan dan sekaligus menjadi ciri khas setiap orang bersosialisasi dengan sesamanya dewasa ini. Bahasa yang dulunya cenderung mengajar, kemudian berubah menjadi bahasa media yang bersifat membujuk, menggetarkan hati, dan penuh dengan resonansi, irama, cerita, dan gambar yang tervisualisasikan. Bahasa media tersebut lebih berpusat pada getaran hati. Selain itu, bahasa menjadi simbol untuk mengangkat dan memberi tekanan pada aneka kekayaan cita rasa. Segalanya seakan diciptakan kembali menjadi sesuatu yang kreatif . Metodologi katekese pada intinya adalah pengembangan hidup beriman. Metodologi tersebut terbuka pada pengetahuan yang bersifat edukatif, namun juga pada proses komunikasi itu sendiri dengan memperhitungkan berbagai keberagaman metode katekese dan berbagai pendekatan yang mendukung. Untuk itu, tantangan multitasking harus memberikan konsekwensi bagi perubahan cara untuk mencari secara kreatif mediasi paling progresif. Proses katekese harus terbuka kepada 3 komponen pokok, yaitu visual, auditori dan kinestetik gerak. Artinya katekese harus memperhitungkan dan menyesuaikan dengan bahasa visual, bahasa auditori dan bahasa kinestetik. Konsekwensi multitasking itu bagi katekese, maka katekese perlu mempertimbangkan segi message appeals atau himbauan pesan yang bersifat himbauan emosional yang terkait dengan motif transendental atau nilai religius. Untuk itu berbagai media yang tepat dan mampu menyentuh cita rasa perlu dikembangkan. Proses hermeneutik harus menjadi proses komunikatif, dimana citra manusiawi dikemas dengan berbagai metode pendekatan untuk sampai kepada nilai religius. Media visual-auditori-kinestetik menjadi salah satu jembatan untuk menghubungkan realitas dan cita rasa kepada inti visi Kristianitas sejati. Hal itu lebih merupakan proses sintesa media dan katekese dengan perkembangan budaya serta tehnologi yang mempengaruhi umat berkaitan dengan gaya hidup life style dan berbagai kemajuan cara berpikir lengkap dengan progresifitas pendekatannya. Media visual-auditori-kinestetik menjadi jembatan paling strategis jika rancangan katekese merupakan rancangan yang imaginatif dan kreatif. Untuk itu pola pemikiran visual-auditori-kinestetik yang kaya akan cita rasa perlu menjadi bagian utama yang dikembangkan. Proses hermeneutik harus terbuka kepada pola-pola gagasan apresiatif yang kaya. Kegiatan apresiasi merupakan sebuah kegiatan yang memuat dua unsur penting. Unsur yang pertama adalah upaya pemahaman. Unsur yang kedua, bahwa di dalam kegiatan berapresiasi ada suatu upaya untuk memberikan bentuk pendapat dan tanggapan atau yang umum disebut sebagai intrepetasi. Begitu juga, katekese menjadi ruang ekspresi atau ungkapan yang representatif dan kaya akan makna performance, apa yang menjadi perasaan dan diiternalisasi diungkap sedemikian rupa dalam bingkai visi yang teologis dan humanis namun dengan bahasa yang visualitatif. Salah satu media yang dapat digunakan agar katekese itu mampu menyapa aspek multitasking adalah media komunikasi populer. Media komunikasi populer adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam proses komunikasi yang metodologinya bersifat “dekat” dengan kehidupan dewasa ini, misalnya film, foto digital, poster, hasil download internet, tampilan-tampilan presentasi dengan powerpoint dan flash player, musik, potongan artikel, potongan cergam-komik, dan lain-lain. Media komunikasi populer ini dapat menjadi salah satu bantuan, agar jembatan untuk menghubungkan pengalaman hidup orang zaman sekarang dengan visi kristianitas mampu terjadi. 3. Katekese dan kerja ruang seni Performance art [seni pertunjukan] ; teater, film/fotografi, seni entalase, tari, paduan lintas seni antara seni rupa dan seni pertunjukan, performance sastra dan musik merupakan ruang yang mempunyai daya ikat komunikatif-apresiatif bagi penikmatnya. Ruang tersebut sangat kompleks dan kaya dengan berbagai ragam proses internalisasi. Internalisasi itu tercipta dengan sangat kuat bagi penikmatnya, ketika dirinya merasakan unsur keindahan, hiburan, nilai serta makna yang mencecap sumber-sumber komunikasi baik inderawi maupun kemampuan daya pikirnya. Ketika orang menikmati suatu karya/kerja seni work art yang melebur menjadi gagasan performance, orang diajak secara bebas, untuk melihat, mendengar, merasakan, dan berpikir mengenai stimulus-stimulus yang merasuk melalui membran indera untuk diinternalisasi, dikontruksi secara baru bagi dirinya agar bermakna. Makna yang didapat pasti tidak bersifat sementara, namun mampu membuat impuls kesan yang tertanam dalam memori dengan bentuknya yang lebih kaya. Jika internalisasi makna terjadi, maka apa yang menjadi performa telah dikontruksi secara baru oleh seseorang yang berdampak perkembangan atau edukatif. Performance art mempunyai “bahasa” yang mengungkap banyak ragam kemampuan daya manusia secara utuh. Daya itu meliputi, daya imajinasi, logika berpikir, dan kemampuan semiotik, menangkap simbol atau lambang yang tidak hanya secara verbalistis, namun bersifat lateral menjangkau ruang-ruang daya kreatifitas. Ruang kateketis, adalah ruang yang berdampak edukatif dan spiritual. Ruang ini menjalin proses komunikasi yang bersifat religius sekaligus pengertian serta makna. Proses komunikasi tidak akan terjadi secara baik, jika salah satu unsurnya timpang. Ketimpangan dapat terjadi, jika proses katekese kehilangan sintesa antara isi dan suasana yang dibangun. Begitu juga, jika subyek katekese tidak mampu secara bebas dengan daya pikir, imaginasi, dan proses pemaknaan, menginternalisasi makna itu. Indoktrinasi yang kuat dengan bahasa yang terbatas pada verbalistis, tidak kaya makna dan terbatas pada isi yang kurang kontekstual, kurang partisipatif baik dari inderawi, makna, dan daya pikir dapat menyebabkan proses keteketis terhambat. Performance art dapat menjadi salah satu ruang alternatif kateketis. Hal itu sangat beralasan, karena melalui performance art ini diusahakan proses komunikasi iman yang lebih kaya, beragam dan memuat unsur makna dan nilai. Dalam arti, penikmat performance, bukanlah sekedar “penikmat”, melainkan subyek keteketis yang dengan indera dan hatinya menginternalisasi makna edukatif, transformatif dan spiritual bagi hidup berimannya. Bagi sang kreator, performance menjadi ruang kesaksian dan proses komunikasi imannya. Namun, performance art tidak dapat begitu saja ditempatkan dalam kerangka ruang kateketis. Ada unsur penting kateketis, yaitu kontruksi imanen, dimana di dalamnya ada isi iman dan pengalaman religius yang mendasar. Maka performance art sebagai ruang kateketis mengibaratkan ada unsur iman yang dibangun, yaitu meliputi isi utama yang menjadi pusat kontruksi religiusnya dengan proses kerja seni [work art]. 4. Katekese dan ideologi masyarakat urban Ruang katekese semakin meluas, ketika ideologi paradigmatik dewasa ini bersenyawa dengan teologi dan humanisme, apalagi dengan konsep urbanisme modern yang dewasa ini berkembang. Katekese dalam kerangka bingkai identifikasi ini, menjadikan pengalaman-pengalaman faktual berhadapan dengan berbagai nilai, makna dan repesentasi ruang sosial urban yang cenderung anonimitas, absurditas dan eksistensialitas. Tentu saja, hal ini akan semakin menarik dan mempengaruhi model katekese. Ruang publik kota adalah ruang yang memuat begitu beragam interaksi. Interaksi itu sarat akan makna, karena proses jalinan yang menyatukan unsur ruang dan me-ruang dalam dimensi titip pijak hidup manusia. Hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri untuk mengamati ruang publik kota. Daya tarik itulah yang perlu dikembangkan sedemikian rupa, agar menjadi ekspresi dan refleksi atas potret kritis kehidupan ruang publik kota. Refleksi itu perlu menjadi khasanah paling pokok dari kerja kateketis. Katekese kaitannya denga ruang urban ini akan menjadi pengalaman dan diskusi panjang bagaimana Gereja harus berbuat untuk mengupayakan perjuangan nilai pembebasan dan warta sejati mengenai Kerajaan Allah di kancah hidup masyarakat saat ini. Pengalaman, harapan, penilaian, kekritisan yang muncul serta direfleksikan kemudian diidentifikasikan dengan sebuah visi mengenai tradisi suci yang kaya akan nilai-nilai Adikodrati. Warta tersebut diharapkan mampu menjadi subjek dan pusat komunikasi evangelisasi baru baik secara perorangan maupun bersama menggarami dan menerangi sekulerisme, hedonisme, apatisme dalam hal-hal keagamaan serta ateisme praktis yang kian menggerogoti umat manusia dewasa ini. Gagasan yang dapat dikembangkan bagi katekese dalam gagasan urbanisme ini seperti apa yang digagas oleh Foucault dengan heterotopia. Foucault mengajak memahami “ruang” dalam gagasan yang bersiafat relasional. Ruang publik kota bukan sesuatu yang kosong tanpa arti menunggu para penafsir memberikan arti-arti dan makna-maknanya. Ruang publik kota adalah ruang yang mempunyai relasional antara historisitas dan hidup manusia kota. Dalam kehidupan modernisasi sering ditemukan apa yang disebut Foucault sebagai heterotopia. Degup jantung kehidupan kota itu sarat dengan ruang-ruang heterotopia itu. Ruang heterotopia itu mensiratkan relasi kegundahan manusia dengan ruang hidupnya. Heterotopia itu terjadi ketika tata ruang, bangunan bersinergi dengan batin-batin pencarian manusia akan disparitas, paradoks dan “ruang lain” dalam hidup mereka. Ruang-ruang heterotopia terjadi ketika manusia berdialog dengan eksistensi hidupnya, antara ada dan tiada. Maka ruang heterotopia itu menjadi ruang pencarian manusia akan maknannya, pencarian manusia dalam dimensi dramatiknya, dari penderitaan, kesakitan, absurditas, spiritualitas, hingga kegembiraan. Untuk itu, ruang heterotopia tidak hanya menyangkut alih-alih kekuasaan seperti penjara, atau ruang kesakitan dan kepedihan seperti rumah sakit dan pemakaman tetapi juga ruang-ruang publik yang disibukan dengan eforia magis pelarian manusia akan kejenuhan kehidupan, seperti tempat-tempat rave party. Membaca ruang publik kota dengan konsepsi heterotopia mengajak kepada kesadaran ultimate dan eksistensial mengenai ruang-ruang makna yang dicari oleh manusia kota. Untuk mengembangkan proses katekese dengan konsep urbanisme ini, metode bahasa foto merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk penyadaran konsientisasi. Melalui foto, ada kisah dan peristiwa yang terajut utuh bagi setiap pikiran dan setiap keprihatinan. Foto menghadirkan kembali kenangan akan peristiwa, yang tentu saja mempunyai nilai jika didiskusikan dan direfleksikan. Upaya yang bersifat teknis dan pemilihan obyek, dengan kuatnya telah dirajut oleh kesadaran seorang fotografer untuk membidik sebuah peristiwa agar hadir di ruang-ruang setiap orang yang melihatnya . Foto mempunyai bahasa yang luas dan kuat untuk menyentuh perasaan, misalnya bagaimana menghadirkan sebuah pemaknaa akan kesadaran ekologis melalui foto. Hal itu seperti apa yang telah terjadi di tahun 1970-an, seorang fotografer W. Eugene Smith mampu menunjukan kepada publik mengenai upaya perjuangan lingkungan hidup melalui foto kasus pencemaran lingkungan, yang dikenal dengan Minamata. Melalui karya itu, dipaparkan betapa ruang foto, mampu menjadi medan dialog reflektif bagaimana realisasi gamblang dari rusaknya hubungan antara manusia dan kemajuan yang diinginkannya. Foto mampu berdampak provokatif mengurai batas-batas kesadaran kritis. Agar proses katekese dengan mempergunakan bahasa foto ini menjadi menarik dan mempunyai makna yang mendalam, ada salah satu metode yang dapat dipergunakan, yaitu dengan metode Mass Room Project Proyek Ruang Publik. Mass Room Project lebih dikenal dikalangan komunitas seni media. Biasanya, Mass Room Project digunakan untuk mengamati ruang publik yang “ditangkap” melalui sarana media seperti photo-camera dan camera shooting, yang dipadu dengan sebuah kajian sosial, baik bersifat antropologis maupun sosiologis yang kemudian diberi sentuhan seni. Kajian yang dilakukan, biasanya berkisar pada ruang-ruang publik perkotaan, dari pasar, jalan raya, mall, halte bis, perkampungan urban, tempat nongkrong, rambu-rambu lalu lintas, terminal dan lain sebagainya, yang terpenting ada segi ruang publik yang dihadirkan. Metode yang dilakukan, biasanya sangat variatif dan kreatif, mengingat adanya unsur seni media didalamnya. Biasanya suatu obyek ruang publik diamati dan dibidik dengan peralatan media baik photo-camera dan camera shooting, dengan suatu ketentuan tertentu. Pertama, dapat bersifat bergerak, baik linear, maupun spiral, ataupun bersifat sentrifugal maupun sentripetal, Kedua, dapat bersifat stagnan diam, dengan suatu durasi waktu yang digunakan, baik detik, menit, jam, hari maupun sampai bulan, bahkan tahunan, ataupun obyektifikasi yang bersifat masif. Untuk kepentingan katekese, Mass Room Project dapat diproses sebagai berikut 1. Sebelum melakukan hunting ke obyek yang dipilih, peserta perlu diajak diskusi untuk menentukan tema dan cara pengambilan fotonya. Tema dan cara pengambilan foto yang dipilih akan mempengaruhi jenis dan tempat obyeknya, dan bagaimana proses yang akan dilakukan, baik yang bergerak maupun yang stagnan ataupun yang bersifat obyektifikasi. 2. Setelah tema ditentukan, begitu juga tempat dan dinamikanya, barulah hunting ke obyek yang dikehendaki. 3. Berdasarkan obyek yang dipilih, obyek dapat “direkam” mempergunakan foto-digital sesuai dengan yang telah ditentukan menurut pola yang telah disiapkan. 4. Setelah foto obyek didapatkan, foto tersebut dapat diolah hasilnya berdasarkan selera dan tema yang sudah ditetapkan. 5. Hasil data tersebut dapat dikemas, baik dalam bentuk pameran foto, esai foto, perfomance art, ataupun pem-visualan yang lainnya. Hasil yang sudah dikemas itu bisa digunakan untuk media awal analisa. 6. Foto yang telah dihasilkan itu, dapat direfleksikan dan didiskusikan dengan metode 5. Ketekese dan Community Base Organization Katekese mempunyai peran dalam fungsinya untuk mengupayakan sintesa pengalaman kolektif umat di dalam terang visi iman. Hal itu mendasar pada peran katekese dalam perencanaan plan pengembangan partisipasi ruang hidup umat yang sungguh-sungguh berdaya dan bergerak nyata di dalam masyarakat. Kita sadari bersama, Katekese Umat menjadi suatu ruang dimana refleksi iman sungguh disatukan dengan pengalaman sosio politis apa yang dihadapi umat di dalam masyarakat. Melalui Katekese Umat, apa yang kultis semakin direfleksikan untuk menjadi bagian dari actus yang harus diperjuangkan bersama. Perjuangan tidaklah semata-mata politis, melainkan ada aspek visi pada sebuah nilai dan pusat keluhuran budi manusia yang telah di-internalisasi kedalam spiritualitas ruang kultis umat. Perjuangan akan semakin menampakan visinya di dalam kancah sosio politis, bahwa tidak sekedar menjadi gerakan biasa melainkan menjadi gerakan yang utuh merambah kesatuan aspek etis-spiritualitas, sehingga pilihan politispun sungguh berpusat pada nilai kemanusiaan. Katekese mempunyai fungsi mengupayakan sintesa iman dan situasi aktual umat. Jika kita lihat bersama, perantaraan iman membutuhkan jembatan antara situasi tradisi iman yang lampau dengan keberadaan Kristianitas dalam situasi yang baru saat ini. Hal ini membutuhkan dialektika antara apa yang menjadi Visi dengan kenyataan faktual yang dihadapi. Terkait dengan situasi aktual umat, akumulasi pengalaman, penilaian dan refleksi bagaimana sebuah situasi aktual umat berdampak pada ruang hidup masyarakat dicoba untuk diteguhkan dan dikonfrontasi dalam bingkai visi. Hermeneutik yang cukup representatif terkait dengan daya kritis situasi aktual umat adalah hermeneutik yang bersifat identifikasi antara pengalaman manusiawi dengan pengalaman religius. Bingkai hermeneutik ini mencoba untuk menemukan nilai bahwa di dalam kodrat dan pengalaman manusiawi ditemukan petunjuk-petunjuk ke arah adikodrati analogia etis. Maka dalam kerangka bingkai hermeneutik identifikasi ini, pengalaman-pengalaman faktual berhadapan dengan ketidakadilan atas berbagai situasi aktual umat menjadi pengalaman upaya bagaimana Gereja harus berbuat untuk mengupayakan perjuangan keadilan sebagai sebuah pengalaman pembebasan dan warta sejati mengenai Kerajaan Allah di kancah hidup masyarakat saat ini. Pengalaman, harapan, penilaian, kekritisan akan situasi aktual umat yang muncul serta direfleksikan dalam bingkai analisa sosial diidentifikasikan dengan sebuah visi mengenai tradisi suci yang kaya akan nilai-nilai pembebasan dari Allah. Tradisi suci-Kitab Suci mengenai kisah Yesus memberikan inspirasi, motivasi yang mendalam mengenai sebuah perjuangan sosio politis komunitas kritis. Komunitas itu adalah umat yang bersama dengan katekis untuk mencoba menggali berbagai aspirasi kritis persoalan situasi aktual umat. Peran katekese menjadi semakin strategis dalam arti tersebut. Hal itu didasari, bagaimana proses katekese mampu mengupayakan fungsinya menjadi pusat perkembangan komunitas basis umat. Hal tersebut meliputi kemampuan ruang katekese untuk menjadi; planning, pengorganisasian, aktualita serta evaluasi dan refleksi karya yang sungguh-sungguh mendasar pada berbagai peran kritis di dalam masyarakat. Purwono Nugroho Adhi Komisi Kateketik Keuskupan Agung Semarang Materi link Artikel yang berhubungan dengan katekese umat [Home Katekese Umat] [Apa itu Katekis] [Katekese Umat] [Sejarah PKKI] [Penanaman Nilai-Nilai Kekatolikan didlm Keluarga dengan Basis Lingkungan] [Peranan katekese] [Katekese Lingkungan] [Bina Iman Anak] [Bina Iman Remaja] [Katekese & Tantangan Multitask] [Katekese & Kebijakan Publik] [Katekese & Avant Gardis] KisahPerjalananku Menuju Gereja Katolik. Dari Katolisitas: Tulisan ini merupakan bagian kedua dari kesaksian iman Rachel. Kami berterima kasih atas kesediaan Rachel untuk membagikan kisah pergumulan batinnya sampai akhirnya memilih untuk menjadi seorang Katolik. Semoga kisah kesaksian iman ini dapat juga menguatkan iman kita semua.. – Nama saya Natalia Ais Walinono, biasa dipanggil Natalia atau Talia. Ayah saya asal dari Pulau Timor NTT dan ibu dari Mojokerto, Jawa Timur. Saya lahir di Mojokerto pada 29 Desember 2003. Saya dua bersaudara, semuanya perempuan. Kakak saya saat ini kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya. Sekolahnya Bung Karno Sebelumnya saya menjalani pendidikan di SMPN 2 Kota Mojokerto. Banyak kenangan yang tak bisa dilupakan. Ada beragam kesan indah yang tak mudah ditanggalkan selama tiga tahun belajar di sekolah yang berada di Jalan Ahmad Yani Mojokerto itu. SMP Negeri 2 Mojokerto adalah sekolah yang memiliki nilai sejarah. Sekolah yang dibangun oleh Belanda ini merupakan tempat belajar Presiden Soekarno. Ketika itu, Bung Karno pernah tinggal selama 9 tahun di Kota Mojokerto. SMPN 2 kala itu merupakan sekolah Eropa di Mojokerto. Sekolah ini memang dikhususkan untuk menampung siswa Belanda. Kalaupun ada warga pribumi, itu hanya diperuntukkan bagi keturunan priyayi. Natalia bersama teman-teman sekelasnya di SMAN 2 Kota Mojokerto/Foto istimewa Sekolah dengan Sistem SKS Setelah lulus SMP saya meneruskan pendidikan di SMAN 2 Kota Mojokerto. Ada empat alasan aku memutuskan memilih sekolah ini. Pertama, di Kota Mojokerto, sekolah ini dikenal lebih unggul dari pada sekolah lainnya. Kedua, sekolah ini merupakan adiwiyata mandiri yang pasti akan memberi kesan baru, karena dari mulai TK hingga SMP saya tidak pernah sekolah di sekolah adiwiyata. Ketiga, sekolahnya bersih dan luas. Keempat, sekolah ini menggunakan sistem SKS yang berbeda dari sistem pendidikan di SMA lain di Mojokerto. Awalnya saya ragu memilih SMA ini karena menurut pendapat teman-teman, sistem SKS itu sangat berat. Bukan hanya dituntut untuk bisa menguasai materi tapi kita juga harus belajar semua materi secara mandiri. Kendati berat saya justru bersemangat ingin bersekolah di SMAN 2 agar di perguruan tinggi nanti saya lebih siap dan matang jika dibandingkan dari siswa lainnya. Setelah menjalani serangkaian ujian di tingkat SMP, akhirnya saya memperoleh nilai yang memuaskan dan sesuai dengan harapan. Bermodal nilai itu, saya bisa lolos dan diterima di SMA 2. Natalia/Foto istimewa Kesan pertama, saya merasa sangat senang karena sesuai dengan ekspektasi sebelumnya. Hal yang berbeda yang dijumpai di sekolah ini adalah areanya sangat luas dan memiliki banyak pepohonan. Pohon yang ada di sekeliling sekolah memiliki sejumlah manfaat, misalnya membuat udara jadi lebih segar, penyaring udara di bumi, mengurangi paparan sinar ultraviolet pada kulit, mengurangi dampak perubahan iklim, mencegah polusi air, menambah cadangan air tanah, mencegah banjir dan masih banyak lagi. Di sekolah ini saya memiliki teman baru yang baik dan mudah diajak berdiskusi. Saya juga berjumpa dengan bapak, ibu guru yang ramah. Pengalaman kebaikan itulah yang mampu meringankan beban SKS yang semula terasa sangat berat. Kini menjadi enteng karena saya bisa menyelesaikan tuntutan akademis sesuai target. Kata orang saat SMA adalah masa-masa yang paling indah. Kita akan menjalani hal baru dengan teman-teman yang beranjak dewasa. Kita juga memulai menentukan masa depan kita. Akan jadi apa kita ke depan? Saya berharap di SMA 2 ini saya bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik demi masa depan saya. Selama dua tahun berada di SMA Negeri 2, banyak suka duka yang kualami. Memang, lebih banyak kisah menyenangkan dibandingkan dengan cerita-cerita pilu. Beberapa pengalaman yang membuat hatiku senang adalah pertama kali mengikuti Olimpiade Geografi. Ini merupakan impian sejak SMP. Pengalaman kedua, menjadi supporter saat mendukung tim basket sekolah berlaga di DBL arena di Surabaya. DBL Arena merupakan stadion bola basket yang bisa menampung penonton. Pengalaman menarik lainnya ketika dipercaya menjadi petugas upacara. Ketika menjadi petugas upacara, saya bisa lebih disiplin, berpakaian lebih rapi, mampu menjaga kekompakan dengan teman, menumbuhkan semangat kebangsaan. Doa Bersama Lover’s Ada satu kegiatan wajib dan rutin setiap pagi kami lakukan sebelum memulai kegiatan belajar di kelas, yaitu Dzikir Bersama Lovers DBL. Saya sebagai penganut Agama Katolik lebih dikenal dengan Doa Bersama Lover’s. Bagi teman-teman yang beragama Islam kegiatan DBL dilaksakan di lapangan upacara, sementara bagi yang Kristen Katolik dan Kristen Protestan maupun agama lain, kegiatan doa bersama di lapangan basket. Aktivitas pagi bersama ini diawali dengan rumusan doa pagi. Setelah itu doa ketika memulai pelajaran, dan doa pilihan seperti mendoakan orang tua, doa untuk orang sakit, doa untuk guru, dan lain-lain. Setelah doa dilanjutkan dengan mendengarkan bacaan Injil sesuai kalender liturgi serta renungan singkat oleh Pembina atau sharing Kitab Suci di antara peserta didik. Kegiatan tersebut merupakan aktivitas baru bagi saya. Ada beberapa pengalaman berharga yang saya jadikan cambuk untuk kebaikan di masa depan, seperti kalah dalam lomba dan dimarahi guru karena melakukan kesalahan. Sisi positif dari pengalaman dimarahi adalah saya mendapat kesempatan untuk melatih mental agar kuat menghadapi kehidupan. Bagi saya mental yang kuat adalah kunci untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Ekstra Kurikuler Saya juga terlibat dalam kegiatan organisasi siswa di SMA 2 yaitu ekstrakurikuler I-choir, Hypnopreneur, dan menjadi tim olimpiade Geografi. Saya memilih ekstrakulikuler I-choir karena dorongan untuk mengasah kemampuan bernyanyi. Kebetulan saya suka bernyanyi. Melalui kegiatan ekstrakurikuler tersebut saya bisa mengenal banyak teman dari kelas dan tingkatan yang berbeda. Di ekstrakurikuler Hypnopreneur, saya dibimbing untuk berbisnis bahkan ada tuntutan lebih dari ekstrakurikuler tersebut bahwa siswa sebisa mungkin mampu berbisnis walaupun masih bersekolah. Cita-cita sederhana saya mengikuti ekstra Hypnopreneur adalah menjadi seorang pengusaha. Sebagai perempuan saya ingin bisa menghasilkan uang tanpa harus membagi waktu saya dengan keluarga. Saya juga memperoleh banyak hal baru dari tim olimpiade Geografi SMANDA. Setiap hari bisa belajar geografi bersama bu Eni dan teman-teman. Ketika belajar Geografi saya bisa mengetahui lokasi-lokasi di permukaan bumi, bisa membaca kehidupan di masa depan, meningkatkan kepedulian terhadap bumi dan isinya serta menyadarkan saya akan kebesaran kuasa Allah. Ini merupakan potensiku yang harus dimaksimalkan. Enam bulan duduk di bangku kelas XI saya merasakan ada hal yang berbeda. Di kelas XI saya harus bisa menemukan jati diri sementara di kelas X lebih banyak waktu untuk proses penyesuaian. Di kelas XI saya dituntut menyiapkan diri lebih serius agar lebih mudah langkah saya selanjutnya ke tingkat yang lebih tinggi, di kelas XII. Ekspresi Iman Sebagai siswa Kristen Katolik yang sedang menempuh pendidikan di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto, sama sekali tidak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan iman atau kepercayaan saya. Kebaikan sering saya peroleh dari teman yang berbeda keyakinan. Bahkan mereka toleransinya sangat tinggi. Walau banyak perbedaan, saya tetap memiliki rasa percaya diri misalnya membuat tanda Salib saat berdoa. Salah satu media yang bisa meningkatkan dan memperdalam serta meningkatkan iman saya adalah doa pagi bersama di lapangan basket setiap pagi. Jika ada yang tidak bersikap toleran, jumlahnya tidak banyak. Walau demikian, saya tetap berpikir positif dan kebaikan selalu berada dalam diri teman-teman saya.*** Mojokerto, 25 Oktober 2020 Natalia Ais Walinono, Siswi SMA Negeri 2, Mojokerto adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia. PertobatanSeorang Anak 14 Tahun. Halo nama saya Justin, saya berasal dari negara bagian Georgia (Amerika Serikat) dan saya berumur 14 tahun. Saya menuliskan kisah ini untuk berbagi cerita tentang pertobatan saya ke Gereja Katolik, yang terjadi pada usia muda saya. Pertobatan saya merupakan pengalaman yang sungguh hebat untuk diriku sendiri
Belikoleksi Kisah Inspiratif Katolik online lengkap edisi & harga terbaru Agustus 2022 di Tokopedia! ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Kurir Instan ∙ Bebas Ongkir ∙ Cicilan 0%. Buku Pengajaran Iman Katolik. Rp207.000. Jakarta Utara Buku Rohani Anda juga akan termanjakan dengan pengalaman membeli produk Kisah Inspiratif Katolik secara
Pendidikaniman Katolik di dalam keluarga. "Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak - anak, orang tua terikat kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak- anak mereka". Dengan demikian, orang tua harus menyediakan waktu bagi anak- anak
SMOLID - Inilah kunci jawaban PAI Kurikulum Merdeka kelas 10 SMA Bab 2 halaman 32 Aktivitas 2.3 tentang Hikmah Kisah Pengalaman Hidup.. Adapun artikel ini akan membahas halaman 32 Aktivitas 2.3 tentang Hikmah Kisah Pengalaman Hidup yang dapat kamu lihat dalam kunci jawaban PAI Kurikulum Merdeka kelas 10 SMA Bab 2 Meraih Kesuksesan dengan Kompetisi dalam Kebaikan dan Etos Kerja.

Menurutpengalaman saya, dan juga yang saya dapat dari retret & buku, emosi negatif yang sering muncul tiba2 itu biasanya akibat luka / pengalaman traumatik masa lalu yang, biasanya, tidak kita sadari. Terima kasih atas pencerahannya dan akan saya info kan situs ini kepada teman untuk berbagi pendalaman iman katolik. Selamat belajar dan

16 Menerima kisah kelahiran Yesus . Pelajaran ini membicarakan tentang pribadi peserta didik dan pengalaman hidupnya, termasuk relasinya dengan sesama dan lingkungan hidupnya. Iman Katolik berpusat pada pribadi Yesus Kristus sebagai Juru selamat yang dipilih dan diutus oleh Allah mewartakan Kerajaan Allah. Maka menjadi Katolik berarti

KatekeseUmat menekankan ruang dialogal antara pengalaman aktual dan visi Gereja untuk menjadi sebuah kekayaan hermeneutik bagi umat. Kekayaan tersebut menjadi kekayaan iman umat yang saling dikomunikasikan bersama. Dalam upaya Komunikasi Iman umat ini terjadilah berbagai proses yaitu antara apa yang disebut dialog, kisah dan visi.

Merekamemutuskan memakai nama samaran untuk artikel ini. Tak semua orang seberani Ely dan siap dengan risiko-risiko setelah melela. Dari pengalaman mereka, kita mungkin bisa memetik ungkapan Wira bahwa "banyak orang di luar sana"—yang pindah agama—memiliki cerita sama dengan dirinya. "Kegelisahan iman itu normal.
Lahirdi Mojokerto, 12 Desember 2003. Saya anak kedua dari empat bersaudara. Saya akan berbagi kisah bagaimana menjadi siswa Katolik yang sejak kecil sekolah di lembaga Katolik kemudian sekarang di sekolah Negeri yang mayoritas teman-teman agamanya berbeda dengan saya. Pertama, saya bersyukur kepada Tuhan Yesus karena saya bisa diterima di SMAN
  1. Ժ ол υρуцθւιвυη
  2. Яц оզад
  3. Зоሬащи фа чаጅ
253EZwh.
  • zcw5354asj.pages.dev/760
  • zcw5354asj.pages.dev/2
  • zcw5354asj.pages.dev/4
  • zcw5354asj.pages.dev/832
  • zcw5354asj.pages.dev/210
  • zcw5354asj.pages.dev/989
  • zcw5354asj.pages.dev/758
  • zcw5354asj.pages.dev/176
  • kisah pengalaman iman katolik